
Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman menyatakan rakyat Malaysia telah kehilangan kesabaran akibat sejumlah aksi demonstrasi yang dilakukan di Indonesia. Malaysia dianggap lebih Rasional dibandingkan dengan Indonesia. Bahkan dalam pernyataannya, Indonesia tidak perlu meminta maaf atas aksi demonstrasi pelemparan kotoran manusia yang terjadi di kedubes Malaysia di Indonesia. Pernyataan ini dinilai berkesan angkuh dan provokatif. Pasti dia pun menyadari bahwa pernyataan ini seperti menyiram bensin pada api yang berkobar. Padahal sejumlah permasalahan yang terjadi di Malaysia mengenai warga negara Indonesia sudah di luar Manusiawi dan menembus batas kesabaran. Mungkin mereka senang sekali “menggoda” bangsa kita karena rentetan SEJARAH yang memang tidak harmonis dari tahun 60-an.
Ingatkah anda tentang panasnya hubungan kita dengan Malaysia karena Konfrontasi Indonesia-Malaysia tahun 1962-1966? ika anda lupa sejenak saya mencoba mengingatkan. Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Serawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia. Keinginan dari Federasi Malaysia yang ingin menggabungkan Malaya, Bruney, Sabah, Serawak melanggar Manila Accord sehingga ditentang oleh Presiden Soekarno. Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia sebagai “boneka Inggris” merupakan Kolonialisme dan Imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.
Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian Manila Accord yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris. Pada akhirnya muncul demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September 1963, berlaku ketika para demonstran yang sedang memuncak marah terhadap Presiden Sukarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia juga kerana serangan pasukan militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia.
Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Indonesia ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.
Malaysia melakukan aksi demonstrasi atas sikap konfrontasi Sukarno yang juga mewakili Indonesia terhadap masalah perwilayahan. Tindakan ini apakah yang dimaksud Menlu Malaysia sebagai RASIONAL dan Malaysia cinta damai? Sedangkan aksi yang dilakukan oleh damonstran Indonesia yang menyerang gedung kedubes Malaysia. Mereka sudah naik pitam luar biasa marahnya. Padahal aksi itu mewakili sikap dilanggarnya HAM WNI di Malaysia terutama TKI, Malaysia berkali-kali melakukan pelanggaran dengan memasuki wilayah perairan Indonesia, diakuinya budaya-budaya Indonesia sebagai budaya Malaysia (bahkan dijadikan objek untuk menarik wisatawan), dan banyak kasus-kasus lainnya.
Sesungguhnya lebih perlu ditanyakan adalah pemerintah sekarang ini yang seakan-akan sudah kehilangan “power”. Pemerintah Indonesia bersikap seakan-akan sulit bertindak tegas terhadap negara yang masih serumpun dengan Indonesia itu. Tidak ada satu pernyataan atau sikap yang resmi dikeluarkan oleh pemerintah saat ini yang menunjukkan gertakan terhadap Malaysia. Padahal di Malaysia kini dikeluarkannya “Travel Warning” untuk warga Malaysia ke Indonesia. Mungkin Konfrontasi Indonesia-Malaysia cikal bakal dari konfik kita selama ini. Akankah akan ada hasil akhir? atau mungkin situasi yang memanas di sekarang ini adalah catatan sejarah yang masih berlanjut dan menurun pada anak cucu kita nanti? Dari semuanya itu tentunya ada satu hal yang perlu kita sadari: Peristiwa hari ini akan dipelajari oleh generasi penerus sebagai pelajaran SEJARAH.
Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku,
aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa,
sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.
Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.
Yoo…ayoo…kita… Ganjang…
Ganjang…Malaysia
Ganjang… Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badjak
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!
Soekarno.
(Petikan Pidato Soekarno dalam Gerakan GANYANG MALAYSIA)